Dunia
sedang sakit yang serius. Pandemi COVID-19 telah menginfeksi lebih dari 50 juta
penduduk dunia, demikian menurut laman worldometer.com. Hal ini sangat
berdampak kepada mental, psikis, material serta lingkungan selain itu hal ini
juga erat kaitannya dengan perubahan budaya, ekonomi, sosial, ruang gerak dan
lain sebagainya. Sebagai contoh adalah budaya memakai masker.
Dahulu
masker hanya digunakan untuk orang yang bekerja di laboratorium, orang yang
bekerja di pertambangan sulfur, batubara atau sekadar melewati jalan raya yang
berasap dan berdebu namun kini sejalan dengan adanya pandemi COVID-19 ini
budaya tersebut bergeser menjadi sebuah keharusan setiap individu setiap keluar
rumah.
Awalnya
peraturan pemerintah mengharuskan bagi siapa saja yang sakit diwajibkan untuk
memakai masker, namun kini semua orang wajib ketika keluar rumah memakai
masker, di sekolah, di kantor, di jalan dan sebagainya. Penggunaan masker
menjadi budaya baru bagi masyarakat dunia selama vaksin belum ditemukan. Hal
ini demi menjaga imunitas tubuh agar selalu sehat terhindar dari droplet orang
lain.
Sudah
menjadi hal yang manusiawi bahwa kreativitas dan inovasi menjadi sesuatu yang
dinamis yang dimiliki manusia, hal ini tak ada ubahnya dengan pemakaian masker
itu sendiri. Penggunaan masker yang tepat justru dapat menyelamatkan diri
sendiri dan orang lain, pemakaian masker yang salah, selain menyalahi aturan
penggunaan masker juga dinilai tidak terlihat ada estetikanya.
Masker
terbagi atas beberapa jenis tergantung ditinjau dari bahan, pori dan
penggunaannya. Masker bedah adalah yang sehari-hari kita gunakan,
direkomendasikan oleh para ahli kesehatan dunia sehingga ketika bekerja,
belajar atau berinteraksi dengan orang lain diharuskan memakai masker, hal ini
demi menjaga tubuh. Makan makanan yang sehat, olahraga, serta mentalitas yang
prima turut menunjang kebugaran tubuh dalam melawan dan menghidari covid-19
ini.
Menyoroti
penggunaan masker di kalangan anak muda, terjadi kejenuhan selama memakainya,
kreativitas pun datang dengan sendirinya. Mulai dari yang memakainya dikepala,
yang hanya menutupi dagu, dikaitkan di salah satu telinga dan sebagainya. Hal
ini sebagai bentuk ekspresi, inovasi yang barangkali terlahir dari rasa
kejenuhan menghadapi pandemi ini. Tentunya ini sangat tidak dianjurkan oleh
para pakar kesehatan, karena penggunaan masker yang tepat dan benar adalah
satu-satunya protokol kesehatan yang paling mudah dijalani demi keselamatan
bersama.
Sebagai penutup, budaya penggunaan masker kini telah bergeser dari awalnya sebagai pelengkap kerja, kini menjadi kebutuhan primer setiap individu dunia. Masker yang kita gunakan tidak hanya melindungi diri sendiri namun juga orang lain. Penggunaan masker yang tepat dan benar sangat dibutuhkan oleh semua orang agar tertib menjalankan protokol kesehatan hingga datangnya vaksin yang dapat melindungi kita semua dari virus ini, meski entah sampai kapan.