Sebuah goresan pena di kenangan dunia maya yang penuh dengan sinyal gelombang elektromagnetik.
Aku pernah bertanya pada rumput teki, entah sebab apa dia diam seribu bahasa. Aku pun bertanya pada penciptanya, aku kini yang diam seribu bahasa.
Nanda - penuh canda dan tawa pada dunia yang fana ini. Mahasiswi #Bahasa. Apa loh! :P

Beliebte Beiträge

Sabtu, 05 September 2020

Tinjauan fenomenologi: konstruksi belanja online pada masyarakat Indonesia

Melansir dari situs resmi KOMINFO, Skalanews (2019 : Perkembangan e-commerce Indonesia), Direktur Pemberdayaan Informatika, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian KOMINFO[1], Septiana Tangkary memberikan paparan bahwa perkembangan nilai perdagangan berbasis elektronik atau e-commerce di Indonesia mencapai 78 persen, menjadi salah satu yang tertinggi di dunia. Pertumbuhan pasar e-commerce di Indonesia terus meningkat tiap tahunnya, terlebih pada tahun 2020 ini yang disebabkan adanya pandemi Covid-19. E-commerce pula jadi alternatif untuk warga Indonesia buat mencari serta membeli produk, pada tahun ini  nyaris segala pengguna internet di Indonesia tepatnya 88% sudah membeli produk secara online, Sirclo (2020 : Jumlah Pengguna E-Commerce Indonesia) [2].

https://id.techinasia.com/prediksi-ecommerce-indonesia


          Saat ini fenomena bisnis online atau online shop bukan lagi sesuatu yang asing untuk masyarakat Indonesia, meskipun bisnis konvensional masih tetap berlangsung, tetapi lambat laun bisa terkejar oleh bisnis via online. Tidak bisa dipungkiri bahwa zaman terus berkembang dan kehidupan semakin maju. Selain itu, kemudahan yang didapat dan juga banyaknya aneka produk membuat masyarakat bisa mudah memilih produk dengan harga bersaing hanya dari layar handphone. Semua lapisan dan usia banyak yang memilih untuk berbelanja online. Hasil survei pada Desember 2011 menyatakan bila ada 36% transaksi perdagangan yang terjadi di Indonesia dilakukan secara online atau online shop, serta diperkirakan 80% dari transaksi online tersebut didominasi oleh bisnis online berskala Mikro Kecil (UMK), Robert Siregar (2018 : Jurnal Pelayanan dan Pengabdian Masyarakat)[3].

           Di Indonesia, toko online mulai muncul sekitar tahun 1999 an saat Andrew Darwis mendirikan forum bernama Kaskus yang juga menjadi forum jual beli, Sirclo (2020 : Sejarah Perkembangan Marketplace di Indonesia)[4]. Berbeda dengan toko konvensional yang tersedia hanya pada jam kerja saja, toko online tersedia selama 24 jam sehari, yang membuat lebih banyak konsumen yang mengakses lewat internet kapan pun dan dimana pun. Begitu tingginya minat warga Indonesia untuk berbelanja lewat internet ini dipicu oleh kemajuan teknologi, khususnya smartphone. Dari segi finansial belanja online kian diminati karena menguntungkan pelakunya, serta saat ini pula ada banyak pilihan platform e-commerce yang bisa dipilih tanpa perlu repot mendatangi suatu pusat perbelanjaan. Berbagai tempat belanja lewat internet membuat orang semakin gemar bertransaksi di dunia maya. Beragamnya promo yang ditawarkan mulai dari diskon belanja, poin belanja yang bisa ditukarkan dengan voucher belanja hingga cashback saat Harbolnas (hari belanja online nasional). Salah satu kelebihan berbelanja secara online, konsumen bisa langsung mendapatkan barang yang diinginkan cukup dengan hanya mengetik nama barang atau mereknya saja, banyak sekali barang dan hampir semua barang tersedia dan bisa dibeli secara online. Tersedianya deskripsi barang dan kolom komentar juga menambah kepercayaan konsumen untuk membeli lewat online. Biasanya konsumen akan melihat komentar-komentar terlebih dahulu atau melihat penilaian terhadap barang tersebut sebelum membelinya, melihat apakah barang tersebut bagus sesuai deskripsi dan gambar yang tersedia atau tidak. Menurut Levy (2016 : Retailing Management)[5] gaya hidup berbelanja merupakan gaya hidup yang mengacu pada bagaimana seseorang hidup, bagaimana menghabiskan waktu, uang, kegiatan, serta pembelian yang dilakukan.

          Mustafa Iman (2020 : Milenial suka belanja online)[6] dari 47 juta milenial pengguna internet, ada sebanyak 17 persen atau sekitar 7,8 juta diantaranya gemar belanja secara online. Dalam riset disebutkan bila generasi milenial lebih mendominasi tren belanja secara online dibanding generasi lainnya. Disebabkan pula generasi milenial selalu melekat dengan media digital, ini diperantarai oleh smartphone yang kian canggih. Serta generasi milenial menjadi tumpuan pertumbuhan aktivitas ekonomi, terlebih melalui transaksi via online, Robertus Rony Setiawan (2019 : Generasi Milenial Rajin Belanja Online)[7].

          Fenomena belanja secara online ini dapat dikategorikan dalam kategori Budaya Massa atau Budaya Populer, sebab dalam sebuah aplikasi belanja online tersebut adanya kegiatan komunikasi antar calon pembeli dengan penjual yang dilakukan secara online tersebut dengan ruang chat yang sudah tersedia, M Faisal Ramadhan (2020 : Belanja Online  Sebagai Cerminan Budaya Populer)[8]. Masyarakat menilai bahwa dengan berbelanja online harga barang jauh lebih murah dibanding langsung ditempatnya. Fenomena belanja online di Mayarakat Indonesia ini merupakan sesuatu fenomena yang dapat jadi sesuatu keuntungan bagi masyarakat akan tetapi di sisi lain bisa menjadi suatu kerugian pula untuk masyarakat. Akan menjadi sebuah keuntungan bila masyarakat bisa memanfaatkan dan menjadikan suatu peluang dalam bisnis online ini untuk membuka usaha tanpa modal yang cukup besar, karena online yang dibutuhkan adalah handphone yang cukup canggih untuk bisa mengakses segala hal, sedangkan jika secara offline modal usaha cukup besar misalnya menyewa ruko atau tempat untuk berjualan. Hadirnya situs belanja online juga mempermudah masyarakat dalam berbelanja atau ketika ingin membeli sesuatu tanpa harus datang ketempatnya apalagi toko yang dituju nya jauh. Namun ketika masyarakat hanya menjadi konsumen saja atau hanya membeli saja dampak kepada masyarakat yaitu masyarakat menjadi komsumtif atau menjadi orang yang memakai atau menghabiskan barang saja. Disisi lain belanja secara berlebihan dapat meningkatkan plastik secara berlebihan, membuat meningkatnya resiko pemanasan global. Menurut saya berbelanja online itu sangat mempermudah kita dalam berbelanja, namun tetap harus bisa menggunakannya dengan bijak membeli sesuai kebutuhan bukan sesuai keinginan, berbelanja seperlunya dan cerdas dalam memilih barang yang akan dibeli.  Serta bisa membuka peluang usaha para masyarakat yang ingin menambah penghasilan atau membutuhkan pekerjaan yang semakin susah ini.

 

Daftar Referensi

  • https://kominfo.go.id/content/detail/16770/kemkominfo-pertumbuhan-e-commerce-indonesia-capai-78-persen/0/sorotan_media. Diakses pada tanggal 13 Januari 2021 pukul 19.36
  • https://www.sirclo.com/jumlah-pengguna-e-commerce-indonesia-di-tahun-2020-meningkat-pesat/. Diakses pada tanggal 13 Januari 2021 pukul 20.05
  • Siregar, R. and D. Agustin, Penyuluhan Strategi Pemasaran Usaha Kecil Menengah (UKM) Pemuda Melalui Sosial Media Dalam Persiapan Menghadap Masyarakat Ekonomi ASEAN. Jurnal Pelayanan dan Pengabdian Masyarakat (PAMAS), 2018(Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Pelayanan dan Pengabdian Masyarakat (PAMAS)): p. 34-44.
  • https://www.sirclo.com/tag/sejarah-perkembangan-marketplace/. Diakses pada tanggal 13 Januari 2021 pukul 20.11
  • Levy, Michael., Grewal, Dhruv., dan Weitz, Barton, A. (2016). Retailing Management, New Jersey: Pearson Education Limited.
  • https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/06/16/di-balik-alasan-kenapa-milenial-suka-belanja-online. Diakses pada tanggal 13 Januari 2021 pukul 21.07
  • https://www.alinea.id/bisnis/survei-generasi-milenial-rajin-belanja-online-b1Xjo9lzS. Diakses pada tanggal 13 Januari 2021 pukul 21.30
  • https://kumparan.com/filsuframadhan/fenomena-belanja-online-sebagai-cerminan-budaya-populer-1usHpIxia3r. Diakses pada tanggal 13 Januari 2021 pukul 22.03

0

0 comments:

Posting Komentar

Kursus Bahasa Jerman