Tulisan bang @kurniachev di Kompasiana
Kami lahir dan tumbuh di daerah Tangerang Selatan yang mana hanya selemparan genteng taplak gunung (engklek, sundah mandah atau zondag maandag) dengan Jakarta sebagai ibukota negara Republik Indonesia, namun perbedaan sentuhan modernisasi masih dirasa cukup jauh. Sebut saja akses transportasi, sarana belajar hingga informasi dunia luar yang membuat adanya jurang yang masih menganga diantara keduanya, pun hingga saat ini. Di sisi lain secara paralel dan mengglobal, persaingan kualitas manusia terus terjadi sehingga untuk menjembatani adanya perbedaan dan untuk dapat mengikuti pentas persaingan dunia diperlukan adanya loncatan perubahan dan salah satunya adalah kemampuan bahasa asing.
Modal untuk bertahan hidup 20 tahun ke depan
Bumi kita saat ini di huni lebih dari 7,7 milyar manusia. Data hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menyatakan sebanyak 267 juta jiwa milik Indonesia dengan 68,7% berada dalam usia produktif (15-64 tahun). Apa artinya? Persaingan semakin ketat.
Kehidupan menuntut kita untuk selalu bersaing di segala bidang, untuk itu diperlukan adanya “alat tempur” yang harus dipersiapkan sedini mungkin. Kemampuan komunikasi termasuk diantaranya bahasa, berpikir kritis, bekerjasama, komputer, cakap dalam memasak, bahkan terhadap hal yang kecil seperti keterampilan pertukangan, listrik dan lain sebagainya menjadi strategi dalam menghadapi masa depan. Berdasarkan infografis dari World Economic Forum yang ada dibawah ini, setidaknya ada 10 keterampilan yang harus dimiliki di tahun 2020 dan akan terus berkembang di tahun – tahun berikutnya, salah satunya adalah kemampuan bekerjasama dengan orang lain yang modalnya tidak lain adalah bahasa.
Sumber: Future of jobs report, World Economic Forum
Saya telah memikirkan modal untuk bertahan hidup di masa yang akan datang, semenjak saya berada di level SMP sewaktu belajar di MTsN. Saat itu, saya telah berpikir bahwa seiring dengan laju kelahiran dan pertumbuhan manusia, pesatnya teknologi, pasar tenaga kerja bebas dan terbukanya kerjasama internasional semakin mengerucutkan orang pada level keahlian dan keterampilannya. Dengan demikian, saya berusaha keras memenuhi kualifikasi kebutuhan manusia masa depan.
I travel with my brain, adalah ringkasan perjalanan hidup saya yang hanya berasal dari keluarga sederhana. Selepas menamatkan studi S1 Teknik Kimia di Indonesia, saya berkesempatan melanjutkan studi S2 di bidang Biochemistry and Biological Engineering di Korea Selatan yang kemudian dilanjutkan dengan studi doktoral di Spanyol pada bidang Nanomedicine: Physiopathology and Biochemistry yang alhamdulillah semuanya itu didapatkan dengan beasiswa. Saat ini saya tercatat sebagai peneliti penyakit kanker di Universitat de Barcelona, Spanyol.
Dengan latar belakang kualifikasi Pendidikan, ditambah dengan keterampilan bahasa Inggris menjadi modal saya untuk melek dunia dan siap menghadapi pertempuran, selanjutnya selama kuliah, bahasa Korea dan bahasa Spanyol telah menjadi daftar keterampilan yang saya punyai selain komputer, desain grafis, pertukangan, memasak dan lainnya. Sekali lagi, kesemua itu menjadi paspor saya untuk hidup dimasa sekarang dan yang akan datang.
Saya ingin memberikan sedikit wejangan kepada para pembaca sekalian, ada hal yang jika kita ingin tetap bertahan hidup 10, 20 bahkan 50 tahun ke depan kuncinya ada dua yaitu dia harus unggul atau dia harus beda. Sebagai contoh riil, anggaplah saya seorang pemimpin perusahaan yang akan merekrut karyawan, dari sekian pelamar kerja dengan latar belakang jurusan yang sama, maka yang saya perhatikan setidaknya adalah IPK terlepas dari sesi wawancara yang akan menyeleksi karyawan untuk tahap selanjutnya. Penanda “dia harus unggul” dalam bidangnya, yang akan terpilih. Apabila saya menginginkan ada karyawan saya yang harus punya latar belakang dengan jurusan spesifik, sebutlah bahasa, demi mengembangkan sayap perusahaan dan satu-satunya pelamar kerja memenuhi kriteria yang saya inginkan, maka orang tersebut selayaknya akan diterima dengan mudah. Itulah pengertian dari sisi “dia harus beda”. Yang unggul harus mempunyai otak brilian, yang beda harus sedikit dari kebanyakan.
Yang banyak belum tentu yang baik
Bahasa Inggris merupakan bahasa Internasional yang bukan lagi sebagai pelengkap namun sebuah keharusan setiap individu. Kosakata bahasa Inggris lazim ditemui dimana-mana, seperti kata chatting, delivery order, ice-tea, apartment dan lainnya. Kegiatan sehari-hari seperti mendengarkan musik, menonton film dan berkutat dengan komputer menjadi sarana untuk bersentuhan dengan bahasa Inggris, sehingga hal itu sudah melekat di kehidupan sehari-hari.
Jurusan bahasa Inggris pun ramai dibuka oleh pelbagai kampus, lulusannya sudah tersebar dimana-mana sehingga menjadikan bahasa Inggris menjadi kemampuan dasar dalam melamar pekerjaan dan tentunya sudah ramai pula orang menguasainya. Untuk itulah diperlukan suatu pembeda, sesuatu yang orang lain tidak punya. Bahasa asing selain bahasa Inggris menjadi jalan tengahnya. Seseorang dengan kemampuan bahasa Inggris belum tentu mengerti bahasa asing lain, sedangkan yang belajar bahasa asing tentunya akan mengerti bahasa Inggris.
Pejuang anti-apartheid Afrika Selatan, Nelson Rolihlahla Mandela pernah berujar: “Si hablas a un hombre en una lengua que entiende, el mensaje llega a su cabeza. Si le hablas en su lengua, le llega a su corazón.” (Dalam bahasa Spanyol). Jika kamu berbicara kepada seseorang dalam bahasa yang ia mengerti, pembicaraanmu akan masuk ke dalam pikirannya. Jika kamu berbicara dengannya dalam bahasanya, pembicaraanmu akan masuk ke dalam hatinya.
Nasihat - nasihat dari kehidupan yang telah saya dapatkan, lantas kemudian saya ramu untuk dibagikan kepada sepupu saya sekarang yang sedang memulai mencari modal kehidupan. Setelah menamatkan jenjang SMA di Madrasah Aliyah, ketika menanyakan minat dan jurusan, setali tiga uang dia menjawab senang belajar bahasa. Dengan sedikit persuasi dan motivasi, saya memberanikan diri meminta dia untuk belajar bahasa Jerman.
Mengapa bahasa Jerman? Sebut satu kata saja apa yang terbersit di pikiran pembaca ketika mendengar kata Jerman? Teknologi, Peraih Nobel, Pendidikan dan lain sebagainya. Itulah beberapa hal yang saya bagikan untuk memotivasinya dalam belajar bahasa Jerman. Jaminan teknologi Jerman sudah tidak diragukan lagi, penutur bahasa Jerman adalah salah satu penutur terkuat di Uni Eropa, selain itu bahasa ini juga digunakan di Austria, Swiss, Luxembourg, Belgia dan lain sebagainya. Untuk itulah, sengaja saya tempatkan sepupu saya pada jurusan bahasa Jerman ini yang akan menjadi modal dia untuk “berperang di masa depan”. Saya berkonsentrasi dengan bahasa Spanyol yang cukup sedikit penuturnya di Indonesia untuk merambah kerja sama dengan Amerika Latin.
Peribahasa: Belakang parang pun kalau di asah tajam juga
Tidak ada anak yang terlahir bodoh, pembedanya hanyalah apakah malas atau rajin, bahkan yang ber-IQ tinggi akan kalah dengan yang lebih rendah dari levelnya asalkan rajin menjadi sifat di kesehariannya. Tidak masalah, apakah ia berasal dari jurusan IPA, IPS, Bahasa atau Agama yang sama sekali tidak ada dasar kemampuan bahasa Jerman selagi ada kemauan dan usaha yang konsisten maka tentu kemampuan itu akan segera diraih. Tepat sekali peribahasa diatas yang menggambarkan tentang kesungguhan seseorang dalam menekuni satu bidang. Namun terdapat perbedaan antara belajar bahasa dengan sains. Belajar bahasa diperlukan sebuah latihan di lapangan dan komunitas, lain halnya dengan seseorang peneliti yang ruang kerjanya 10x10 meter berupa ruang laboratorium riset.
Persaingan yang semakin menggila
Era MEA ASEAN telah cukup menambah bumbu persaingan ke tingkat yang lebih tinggi. Semakin banyak keterampilan yang dimiliki semakin sedap seseorang untuk dinilai. Kepiawaian berbahasa asing menjadi salah satu bahan utama dunia komunikasi. Apalagi dengan adanya perizinan kerja antar negara yang mudah, moda transportasi yang banyak, dan lainnya membuat persaingan semakin menggila.
Kemampuan bahasa asing selain menjadi pembuka jalan ke dunia internasional, dia pun menjadi aset investasi masa depan. Tanpa bermaksud keren-kerenan doang seseorang yang memiliki kemampuan bahasa mempunyai kelebihan di bagian kognitif (seperti mudah beradaptasi dan ada rasa percaya diri yang lebih tinggi), lebih mendapatkan kesempatan besar untuk bekerja di perusahaan nasional bahkan internasional, mengembangkan budaya toleransi, open minded terhadap perubahan positif dan tentunya relasi yang mendunia.
Pilihan ke STBA YAPARI ABA
Setelah melakukan riset mandiri terhadap kampus-kampus yang menawarkan bahasa sebagai pokok program studinya, pilihan itu jatuh kepada Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) YAPARI-ABA Bandung. STBA ini mampu menjawab tantangan zaman dengan telah berdiri cukup lama sejak tahun 1963 hingga saat ini, sehingga kecakapannya dalam dunia pengajaran bahasa tidak diragukan lagi. Kampus yang terletak di jantung kota Bandung, memiliki lokasi strategis dengan segudang prestasi yang membanggakan.
Sumber: Ulrich Ammon, University of Dusseldorf, Population Reference Bureau
Dengan melihat potensi Bahasa Jerman yang menjanjikan, alhamdulillah, sepupu saya diterima pada program studi S1 reguler Bahasa Jerman di kampus tersebut tanpa tes tertulis. Tahun ini, dia akan menjalani semester pertamanya disana, jauh dari keluarga untuk mencari modal kehidupan selanjutnya. Selama 4 tahun dia akan digembleng dan berharap semua akan dilancarkan. Saya juga akan berjuang disini, di Barcelona. Dari jauh akan memantau perkembangannya.
Nasihat yang ada pada tulisan ini saya tujukan untuk sepupu saya yang akan segera berlabel mahasiswi dan seluruh pembaca sekalian. Apapun latar belakangmu, jadilah seseorang yang unggul, bila tidak bisa menjadi unggul jadilah berbeda sehingga kelak ada pembeda antara dirimu dengan orang lain.
***
Penulis: W. Kurniawan, peneliti penyakit kanker Universitat de Barcelona, Spanyol yang telah hidup setidaknya di 11 negara.
0 comments:
Posting Komentar